Komisi III DPR RI menerima 23 perwakilan massa Aksi 212 di ruang rapat, Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (21/2).
Mereka diterima langsung oleh Ketua Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo, Wakil Ketua Komisi III Trimedya Panjaitan, Mulfachri Harahap dan beberapa anggota.
Sekretaris Jenderal Forum Umat Islam, KH Muhammad al Khaththath menyatakan, kasus penistaan agama dengan terdakwa Basuki 'Ahok; Tjahaja Purnama sudah begitu menyita waktu, pikiran, tenaga, dan biaya.
"Kami tidak pernah berhenti sampai hukum dan keadilan ditegakkan," tegasnya di hadapan para wakil rakyat bidang hukum.
Lebih lanjut dia meminta komisi III DPR untuk memberi perhatian serius bagi kasus tersebut.
Ketidakseriusan DPR, menurut dia, justru menjadi salah satu penyebab pemerintah, dalam hal ini Mendagri tetap mengaktifkan jabatan Ahok sebagai gubernur DKI Jakarta. Padahal Ahok sudah menjadi terdakwa kasus dugaan penodaan agama.
"Kami pernah datang ke Komisi III. Namun kami tidak merasa bosan untuk datang kembali. Karena melihat fenomena, Ahok dalam status terdakwa diaktifkan kembali setelah cuti oleh pemerintah. Ini yang kami persoalkan. Kami meminta Komisi III berperan aktif melaksanakan UU yang dibuat legislatif. Terdakwa sebaiknya segera dinonaktifkan," tegasnya.
Tak hanya itu, pihaknya juga meminta kepada Komisi III dan pimpinan DPR, untuk memperjuangkan agar Ahok ditahan. Jika tidak ditahan, menurutnya sama saja memberikan peluang bagi mantan nupati Belitung Timur itu untuk mengulangi perbuatannya.
"Video youtube menggunakan seragam dinas telah mengeluarkan suatu pernyataan yang menyakiti umat islam. Kita akan memasang wifi yang alamatnya Al Maidah 51 dengan password kafir dengan tertawa," urainya bernada miris.
Pernyataan Ahok itu dikecamnya sangat menghina umat Islam dan bisa menimbulkan konflik horisontal.
"Ini suatu pelecehan. Supaya tidak terjadi huru-hara dan kami meminta Komisi III menegur Jaksa Agung untuk menahan Ahok. Oleh karena itu, kami berharap terdakwa dihukum maksimal," pintanya lagi.
Hal lain yang juga disoroti perwakilan massa Aksi Damai 212 menyangkut upaya kriminalisasi terhadap ulama dan aktivis Islam.
"Ba'da Jumat qubro di Monas pada 2 Desember (2016). Padahal acara kondusif, Kapolri, Presiden, Panglima hadir, bahkan memberikan sambutan. Tetapi kita melihat berujung pahit. Terhadap kriminalisasi luar biasa, Habib Rizieq ditimpa 12 perkara. Ini tidak main -main. Ustadz Bachtiar Nasir, rekening infaq, kok bisa masuk TPPU, biasanya kan kasus korupsi. Sebelumnya kita dihardik akan diperiksa PPATK. Bahkan Lutfi hakim meminta bank mencetak bukti transaksi. Padahal yang terkumpul 4 miliar, kok bisa ada kirim 10 miliar," urainya.
Al Khaththath menegaskan, faktanya dana terkumpul itu bukan dari uang negara, tapi sumbangan dari ribuan umat Islam.
"Kita cetak sudah 7 ribu lembar (bukti transfer) sampai petugas bank tidak sanggup ngeprint. Tapi sampai hari ini masih diuber polisi, termasuk yayasan yang rekeningnya dipakai dan donaturnya diuber," sesalnya.
Terakhir, tambah dia, terakhir penangkapan beberapa aktivis mahasiswa yang tergolong kritis dengan pemerintah.
Sumber: rmol
Mereka diterima langsung oleh Ketua Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo, Wakil Ketua Komisi III Trimedya Panjaitan, Mulfachri Harahap dan beberapa anggota.
Sekretaris Jenderal Forum Umat Islam, KH Muhammad al Khaththath menyatakan, kasus penistaan agama dengan terdakwa Basuki 'Ahok; Tjahaja Purnama sudah begitu menyita waktu, pikiran, tenaga, dan biaya.
"Kami tidak pernah berhenti sampai hukum dan keadilan ditegakkan," tegasnya di hadapan para wakil rakyat bidang hukum.
Lebih lanjut dia meminta komisi III DPR untuk memberi perhatian serius bagi kasus tersebut.
Ketidakseriusan DPR, menurut dia, justru menjadi salah satu penyebab pemerintah, dalam hal ini Mendagri tetap mengaktifkan jabatan Ahok sebagai gubernur DKI Jakarta. Padahal Ahok sudah menjadi terdakwa kasus dugaan penodaan agama.
"Kami pernah datang ke Komisi III. Namun kami tidak merasa bosan untuk datang kembali. Karena melihat fenomena, Ahok dalam status terdakwa diaktifkan kembali setelah cuti oleh pemerintah. Ini yang kami persoalkan. Kami meminta Komisi III berperan aktif melaksanakan UU yang dibuat legislatif. Terdakwa sebaiknya segera dinonaktifkan," tegasnya.
Tak hanya itu, pihaknya juga meminta kepada Komisi III dan pimpinan DPR, untuk memperjuangkan agar Ahok ditahan. Jika tidak ditahan, menurutnya sama saja memberikan peluang bagi mantan nupati Belitung Timur itu untuk mengulangi perbuatannya.
"Video youtube menggunakan seragam dinas telah mengeluarkan suatu pernyataan yang menyakiti umat islam. Kita akan memasang wifi yang alamatnya Al Maidah 51 dengan password kafir dengan tertawa," urainya bernada miris.
Pernyataan Ahok itu dikecamnya sangat menghina umat Islam dan bisa menimbulkan konflik horisontal.
"Ini suatu pelecehan. Supaya tidak terjadi huru-hara dan kami meminta Komisi III menegur Jaksa Agung untuk menahan Ahok. Oleh karena itu, kami berharap terdakwa dihukum maksimal," pintanya lagi.
Hal lain yang juga disoroti perwakilan massa Aksi Damai 212 menyangkut upaya kriminalisasi terhadap ulama dan aktivis Islam.
"Ba'da Jumat qubro di Monas pada 2 Desember (2016). Padahal acara kondusif, Kapolri, Presiden, Panglima hadir, bahkan memberikan sambutan. Tetapi kita melihat berujung pahit. Terhadap kriminalisasi luar biasa, Habib Rizieq ditimpa 12 perkara. Ini tidak main -main. Ustadz Bachtiar Nasir, rekening infaq, kok bisa masuk TPPU, biasanya kan kasus korupsi. Sebelumnya kita dihardik akan diperiksa PPATK. Bahkan Lutfi hakim meminta bank mencetak bukti transaksi. Padahal yang terkumpul 4 miliar, kok bisa ada kirim 10 miliar," urainya.
Al Khaththath menegaskan, faktanya dana terkumpul itu bukan dari uang negara, tapi sumbangan dari ribuan umat Islam.
"Kita cetak sudah 7 ribu lembar (bukti transfer) sampai petugas bank tidak sanggup ngeprint. Tapi sampai hari ini masih diuber polisi, termasuk yayasan yang rekeningnya dipakai dan donaturnya diuber," sesalnya.
Terakhir, tambah dia, terakhir penangkapan beberapa aktivis mahasiswa yang tergolong kritis dengan pemerintah.
Sumber: rmol
COMMENTS