Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok telah mengajukan surat pengunduran diri sebagai gubernur DKI Jakarta.
Ketua Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru (KATAR) Sugiyanto, berharap Presiden Jokowi dan DPRD DKI Jakarta, mengabaikan pengunduran diri Ahok itu.
Karena tanpa mengundurkan diri pun, Ahok sudah otomatis berhenti dari jabatannya.
Pasalnya ia menyandang status terpidana penistaan agama, yang harus menjalani hukuman di penjara selama dua tahun.
“Jadi Presiden dan DPRD wajib abaikan itu,” ujar SGY, sapaan akrab Sugiyanto, Minggu (28/5).
SGY menegaskan, jika mau mengundurkan diri seharusnya dilakukan jauh-jauh hari lalu, ketika yang bersangkutan belum menjadi terpidana.
Sebab, berdasarkan ketentuan pasal 83 Undang Undang Pemerintahan Daerah No 23 tahun 2014), kepala daerah yang status hukumnya terpidana membawa konsekuensi dicabutnya jabatan kepala daerah yang diembannya.
“Tanpa mundur pun, Ahok sudah pasti harus diberhentikan,” kata dia.
Aktivis asal Tanjungpriok, Jakarta Utara itu juga menyoroti pernyataan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang mengatakan kalau Ahok mengundurkan diri berarti berhenti dengan hormat.
Kemudian akan dikeluarkan Surat Keputusan (SK) sehingga Ahok bisa mendapat uang pensiun.
“Apa yang disampaikan Mendagri Tjahjo Kumolo tidak dapat diterima secara logika dan kepantasan umum. Bagaimana mungkin seorang terpidana penjara bisa diberhentikan dengan hormat kemudian diberi uang pensiun puluhan juta rupiah,” tegas SGY, seperti diberitaan Indopos (Jawa Pos Group).
Harusnya, sambung dia, sebagai seorang pejabat negara yang sudah divonis bersalah yang bersangkudan diberhentikan secara tidak hormat.
Terlebih Ahok dan kuasa hukumnya tidak melakukan banding atas vonis yang diterima.
“Artinya yang bersangkutan benar-benar bersalah,” kata Sugiyanto.
Ketua Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru (KATAR) Sugiyanto, berharap Presiden Jokowi dan DPRD DKI Jakarta, mengabaikan pengunduran diri Ahok itu.
Karena tanpa mengundurkan diri pun, Ahok sudah otomatis berhenti dari jabatannya.
Pasalnya ia menyandang status terpidana penistaan agama, yang harus menjalani hukuman di penjara selama dua tahun.
“Jadi Presiden dan DPRD wajib abaikan itu,” ujar SGY, sapaan akrab Sugiyanto, Minggu (28/5).
SGY menegaskan, jika mau mengundurkan diri seharusnya dilakukan jauh-jauh hari lalu, ketika yang bersangkutan belum menjadi terpidana.
Sebab, berdasarkan ketentuan pasal 83 Undang Undang Pemerintahan Daerah No 23 tahun 2014), kepala daerah yang status hukumnya terpidana membawa konsekuensi dicabutnya jabatan kepala daerah yang diembannya.
“Tanpa mundur pun, Ahok sudah pasti harus diberhentikan,” kata dia.
Aktivis asal Tanjungpriok, Jakarta Utara itu juga menyoroti pernyataan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang mengatakan kalau Ahok mengundurkan diri berarti berhenti dengan hormat.
Kemudian akan dikeluarkan Surat Keputusan (SK) sehingga Ahok bisa mendapat uang pensiun.
“Apa yang disampaikan Mendagri Tjahjo Kumolo tidak dapat diterima secara logika dan kepantasan umum. Bagaimana mungkin seorang terpidana penjara bisa diberhentikan dengan hormat kemudian diberi uang pensiun puluhan juta rupiah,” tegas SGY, seperti diberitaan Indopos (Jawa Pos Group).
Harusnya, sambung dia, sebagai seorang pejabat negara yang sudah divonis bersalah yang bersangkudan diberhentikan secara tidak hormat.
Terlebih Ahok dan kuasa hukumnya tidak melakukan banding atas vonis yang diterima.
“Artinya yang bersangkutan benar-benar bersalah,” kata Sugiyanto.
Sumber: pojok satu
COMMENTS